Akibat Diskriminasi, Mutu Pendidikan Tidak Berkualitas

Iklan Semua Halaman

.

Akibat Diskriminasi, Mutu Pendidikan Tidak Berkualitas

Selasa, 20 November 2018
Kota Bima, Fajar Media Bima.Com.- Beberapa waktu terakhir ini Dunia pendidikan di Kota Bima disibukan dengan program sekolah model, sekolah rujukan, hingga sekolah imbas rujukan, khususnya pada ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun ketika terjadi diskriminasi, pilih kasih dalam pemilihan sekolah model dan rujukan itu, maka mutu pendidikan tidak akan berkualiatas, apalagi dua program itu sudah berjalan empat tahun yang lalu.

Akibanya, sekolah yang masuk didua program tersebut, tidak melalui kompetensi atau lomba tingkat sekolah terlebih dahulu. Sehingga hal ini, dinilai diskriminasi terhadap sekolah-sekolah yang layak untuk berkompetensi pada program dimaksud. Konon ceritanya di Kota Bima penunjukan secara langsung atas dasar kedekatan, kepentingan golongan dan kelompok tentunya.

Hal itu terungkap pada Tahun 2018 ini, prestasi yang digapai dengan cara tidak bersyarat, seperti SMPN 3 Kumbe Kecamatan Rasana’E Timur saja. Ditunjuk sebagai sekolah rujukan, yang sebelumnya tiga sekolah lainnya yakni SMPN 2 Na’e Kecamatan Rasana’E Barat dan SMPN 8 Penatoi Kecamatan Mpunda terpilih sebagai sekolah model.

Nah, selanjutnya, SMPN 2 Na’e Kecamatan Rasana’E Barat dan SMPN 11 Jatibaru Kecamatan Asakota ditunjuk sebagai sekolah imbas rujukan dan SMPN 1 Lewirato Kecamatan Mpunda sebagai sekolah rujukan pula.

Berdasarkan kunjungan team monev dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud RI) pada (13-14/11/2018) di Kota Bima. Dari beberapa catatan wartawan ini di lima sekolah yang masuk program tersebut, ada yang Terakreditasi B (Seperti SMPN 2 dan SMPN 8), sedangkan Terakreditasi A hanya SMPN 1, SMPN 3 dan SMPN 11, sementara sekolah yang tidak masuk dalam sekolah model maupun sekolah rujukan ada SMPN 4 dan SMPN 6 yang Terakreditasi A dan kedua sekolah ini tidak diragukan lagi prestasinya dibidang akademik maupun non akademik. Tapi malah tidak masuk dan terjaring didua program dimaksud, apalagi dua sekolah ini berdomisili di jatung kota dan dijalan raya negara Soekarno – Hatta, tapi  malah tidak diperhitungkan, sedangkan sekolah yang masuk program itu ada yang dipinggiran kota dan miskin (Minim) dengan prestasi.

Salah seorang pemerhati pendidikan pada wartawan ini Rabu (14/11/2018) mengatakan, pola diskriminasi yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Bima melalui para oknum pengawas pendidikan tingkat SMP, tentu saja menciderai perasaan dan hati para pemilik sekolah-sekolah yang layak diperhitungkan untuk berkompetensi pada lomba dimaksud. “Jika saja program sekolah model dan sekolah rujukan ini, dilombakan dulu ditingkat Kota Bima. Tentu saja sekolah-sekolah lainnya akan bersaing secara sehat. Tapi kalau ditunjuk-tunjuk atas dasar kedekatan dan lain sebagainya, maka tidak akan dapat melahirkan dan menciptakan pendidikan yang bermutu dan berkualitas,” kesalnya.

Sumber yang egang namanya ditampilkan identitasnya di media ini, beberapa indikator penilaian didua program itu, diduga ada yang dilanggar. Seperti Terakreditasi bukan A, malah yang ditunjuk sekolah yang Terakreditasi B, begitupun SMPN 8 Kota Bima Kepala Sekolah (Kaseknya) adalah Pelaksana Tugasnya (Plt). Lucunya lagi Plt tersebut adalah seorang guru dan bukan seorang pengawas yang ditunjuk sebagai Plt oleh dinas terkait. “Kota Bima tidak akan berubah, khususnya pada bidang pendidikan kalau para pelaku pendidikan mementingkan atas dasar kepentingan saja dan tidak transparansi,” jelasnya saat ditemui di Kelurahan Pane Rabu malam.

Sementara itu, Pepen Apendi, S.Pd selaku Team Monev dari Kemendikbud RI, pada wartawan ini saat ditemui dipengginapannya Hotel Marina Rabu (14/11/2018) malam. Mengatakan, bahwa penujukkan sekolah mana saja yang masuk sebagai sekolah model dan sebagai sekolah rujukan adalah atas petunjuk dari dinas dikbud Kota Bima dan pihaknya hanya melakukan monitoring dan evaluasi saja. “Tahun ini Kota Bima pada program sekolah imbas rujukan mengirim nama dua sekolah, ketimbang ada di daerah lain hanya mengirim nama satu sekolah saja dan tentu ini sangat memprihatinkan,” terang Pepen.

Terkait adanya informasi pemilihan program tersebut dinilai diskriminasi, kata Pepen. Pada program sekolah model sudah berjalan 2 tahun, sedangkan sekolah  rujukan berjalan 4 tahun, sebenarnya pemilihan dan penjaringan sekolah didua program ini penentunya adalah teman-teman pengawas yang bertindak sebagai wasit, dan dinas hanya merekomendasikan atas dasar penilaian yang dilakukan para pengawas pendidikan tentunya. “Tapi maaf saja untuk Kota Bima kami dari pusat sudah menerima nama-nama calon sekolah yang masuk didua program itu, dan mengenai ada pilih kasih dan tidak melalui perlombaan sebelumnya, bukan wewenang kami dipusat,” terangnya.

Pada pemberitaan sebelumnya, SMPN 3 Kota Bima pada Senin (05/11/2018) lalu terpilih sebagai sekolah rujukan dan pada Senin itu, melakukan work shop untuk pengimbasan kesekolah sekitar bersama para pengawas pendidikan tingkat SMP. Dimana sekolah yang berdomisili di Kelurahan Kumbe Kecamatan Rasanae Timur itu, dinilai minim prestasi dan bakan miskin dengan prestasi akademik dan non akademik.

Akibat pemberitaan tersebut, Kepala SMPN 3 Kota Bima, Atu Midaratu, S.Sos, S.Pd, via media sosialnya WhatsApp (WA) membantah kalau sekolahnya miskin dengan prestasi. “Setelah saya membaca ini (Berita dimedia ini, red) saya ingin meluruskan untuk SMPN 3 Kota Bima Terakreditasi A. Yang namanya sekolah model bukan harus sekolah yang kelihatan wah.. tapi bagaimana sekolah tersebut mempunyai komitmen untuk menerapkan Sistem Penjamin Mutu Internal (SPMI),” katanya saat meluruskan pemberitaan itu pada wartawan ini (14/11/2018).

Tapi ketika wartawan ini meminta nomor henpon seluler tim penilai pada program tersebut, hingga berita ini dimuat belum menjawab. Malah, kasek Atun Midaratu menjawab, “Ia sebentar soalnya di henpon seluler yang satu ga saya bawah,” singkatnya lagi-lagi via WhatsApp. (F.2)