Wabup : Di Bima Perlu Ada Panglima Damai

Iklan Semua Halaman

.

Wabup : Di Bima Perlu Ada Panglima Damai

Sabtu, 18 September 2021


Kabupaten Bima, Fajar Media Bima.com,- Wakil Bupati (Wbup)  Bima, Drs. H. Dahlan H.M. Noer, MPd mengingatkan, agar kasus konflik poso menjadi pelajaran panting bagi daerah, termasuk Dana Mbojo. 


Jangan sampai konflik  muncul dan berdampak buruk. “Harus ada upaya  untuk terus membangun perdamaian di Bima,”  ujarnya saat menjadi Keynote Speaker Bedah Bukun  Muhammad Adnan Arsal; Panglima Damai Poso di Ponpes Al Madinah Bima, Desa Kananga, Kecamatan Bolo, Sabtu (18/9/2021). 


Meskipun, kata Wabup, konflik poso berbeda dengan Bima. Jika di Poso konflik agama, di Bima konflik antarkampung.  “Jika di Poso ada Panglima Perdamaiannya, maka di Bima juga harus ada Panglima Perdamaiannya,” ujarnya.


Selain itu, kata Wabup, pelajaran yang diambil dari buku tersebut, bagaimana terus mendirorong budaya dialog dalam menyelesaikan persoalan. Dialog tidak boleh putus, karena menjadi jembatan dalam mengurai konflik.


Termasuk, kata dia, terkait dengan terorisme. Mereka yang dianggap masuk dalam jaringan tersebut, harus diajak dialog. 


Sementara itu, Khoirul Anam, Penulis Buku Muhammad Adnan Arsal, Panglima Damai Poso   mengingatkan, bahwa konflik poso diawali dengan hal-hal kecil, yakni minuman keras. Sekelompok pemuda yang mebuk-mabukan, namun berujung pada perkelahian.


“Konflik Poso yang menyababkan ribuan nyawa melayang dimulai dari hal-hal sederhana, mungkin kita anggap sepeleh. Untuk itu saya mengingatkan agar pemerintah daerah, dan aparat, Kapolres, Dandim, Bupati untuk mengatensi ini,” ujarnya.


Karena siapa sangka, kata Anam, Alkohol yang ada dalam botol kemudian merenggut ribuan nyawa, baik dari Islam maupun kristen. “Poso hancur gara-gara  Alkohol,” ingatnya.

Selanjutnya muncul klaim agama dan akhirnya menjadi konflik besar. Beruntung  ada H  Muhammad Adnan Arsal yang menjaid sosol penting untuk terus mendorong perdamaian di Poso.


Dijelaskannya, proses menyusun buku Biografi ini sekitar satu tahun. Kemudian ada permintaan dari  H  Muhammad Adnan Arsal untuk ke Bima. “Alasan kedua ke Bima, karena konflik di Poso membesar,  banyak orang Bima yang datang dan tidak bisa melupakan peran orang Bima. Saat yang lain melarikan diri, justru orang Bima tidak memiliki rasa takut,” ungkapnya.


Keinginan tersebut pun akhirnya terwujud dengan diadakannya bedah buku yang berlangsung di Ponpes Al Madinah Bima. “Kedatangan H Adnan ke Bima untuk menegaskan, bahwa konflik di Poso sudah selesai. Tidak usah lagi datang ke Poso jika ingin perang, karena Poso sudah damai,” ujarnya.


Meski konflik Poso sudah selesai, kata dia, namun proses  penyelesaiannya lama. Baru 25 tahun baru selesai. “H Adanan menginginkan kita yang di Bima tidak usah kesana lagi. Tetaplah di Bima, bangunlah Bima, jadikan Bima sebagai daerah yang damai, aman, dan asri. Karena itu juga yang diinginkan warga Poso saat ini,” ungkapnya.


Ketua MUI Kabupaten Bima, H Abdurrahim Haris mengatakan,  Buku H Muhammad Adnan Arsal, Panglima Perang Damai Poso sangat inspiratif, alur  ceritanya sangat indah. “Kemudian ketika membaca awal  cerita konflik Poso, ternyata persoalan sepele, yakni minuman keras, kemudian terjadi perkelahian,” ujarnya.

Mengenai miras tersebut, kata dia, sudah diingatkan dalam Alquran tentang  Alkohol atau mabuk  adalah perbuatan setan. 


Selanjutnya memunculkan permusuhan diantara sesama manusia dan menjauh dari Allah.   “H Muhammad Adnan Arsal adalah sosok yang memahami dirinya sebagai warga negara. Para pemimpin negara juga tidak boleh diam dengan kondisi yang ada,” ujarnya.


Untuk itu, Ketua MUI menaruh apresiasi pada sosok H Adnan yang mendorong upaya perdamaian atas konflik di Poso. Dijelaskannya, di Bima juga kampung yang tempat  pemakamannya berbaur antara Islam dan Krites. Ada dusun juga yang meyoritas non muslim, namun tetap hidup rukun, tanpa ada konflik. “Kerukunan hidup beragama di Bima ini Alhamdulillah sangat baik,” terangnya.


Sementara itu, H Muhammad Adnan Arsal mengisahkan tentang buramnya konflik Poso. Juga membeberkan adanya peran orang Bima. Termasuk mereka yang tidak memisahkan diri dari perdamaian dan saat ini berada di Gunung Biru. Mereka masih membantai orang-orag Poso, baik kristen dan muslim.


Diungkapkannya, permaian di Poso terwujud karena adanya dialog terus menerus antar tokoh umat beragama. “Saya katakan kepada Pak Damanik, Panglima Perang Merah, jangan kita wariskan perang kepada anak cucu. Kita selesaikan sekarang dan mari kita bersepakat untuk memusihi besama orang yang ada di Gunung Biru,” ujarnya.


Gunung Biru sendiri adalah sebuah tempat, dimana para kelompok teroris bersembunyi hingga saat ini. Untuk itu, kehadirannya di Bima menegaskan, bahwa Poso berupaya membangun kedamaian, sehingga tidak perlu ada yang kesana lagi perang atas nama agama.


Sementara itu dari MUI Pusat, Kiai  Dr M Najih Arromdloni menceritakan pengalamannya dalam konflik timur tengah. Kondisi disana juga diawali dengan hal-hal kecil, yakni protes ke pemerintah melalui coretan grafity. 


Kemudian aparat bertindak represif, hingga gelombak aksi dan akhirnya perang yang tidak berkesudahan.

Dia juga menyampaikan beberapa pesan MUI  kepada masyarakat Poso untuk saling memaafkan.  


Karena untuk rekonstruksi fisik itu mudah dan cepat dilakukan. “Tetapi untuk rekonstruksi sosial itu butuh waktu yang sangat panjang. Karena luka-luka masa lalu masih terlihat jelas sisanya saat ini di Poso,” ujarnya.(TIM)