Iklan Semua Halaman

.

Selasa, 27 November 2018
OLEH: ARIF WAHIDIN

SELAMAT PAGI, ANAK-ANAK!

Itulah salah satu sapaan khas Pak Fitrah kepada calon tunas-tunas bangsa pagi itu. Sungguh terlihat jelas raut kegembiraan dan antuasiasme serta gigi-gigi kemilau menghiasi mulut siswanya. 120 Detik kemudian, suasana kelas mulai bergemuruh. Satu persatu berusaha memecahkan sebuah soal dan pertanyaan yang diajukan. Ada yang berlari ke papan tulis menuliskan jawabannya, tak sedikit juga yang berteriak saya pak,.. saya pak. Namun, pada saat yang bersamaan, Satu dua siswa terdiam membisu di bangkunya sambil menatap bulat-bulat ke Pak fitrah. Entah apa yang terlintas di pikiran mereka saat itu. Entah...

Selepas menunaikan salah satu tugas dan kewajiban pedagogiknya di kelas, pak fitrah bercengkerama di ruangan, duduk sambil memegang sejumlah tumpukan buku latihan dan buku PR yang dia sering sebut “ cerminku”. Lalu, dengan tangkasnya beliau menyelesaikan dan menyimpannya dalam bentuk file PDF. Tidak berlangsung lama, kegiatan tersebut tiba-tiba terhenti seiring dengan alunan bel masuk dan Pak Fitrahpun kembali ke pangkuannya.

Ditengah peluh yang begitu menyengat pembelajaran siang itu, pak Fitrah dikejutkan dan dibuatspeechless oleh  gerombolan anak muda dan Tetua bersama dengan parang yang tersembul di pinggangnya terlihat mengacungkan tangan dan terus berteriak “ selamatkan anak-anak kami dari kekerasann guru! Laporkan ke polisi! Jebloskan guru itu ke penjara! dan banyak lagi cacian dan makian yang tidak bisa diterima oleh akal sehatnya. Gerombolan tersebut mendatangi ruang kepala sekolah meluapkan emosi kemarahan dan hegemoninya dengan  mengobrak abrik apa yang ada, melecehkan dan melacurkan jati diri dan martabat mereka yang merupakan pemberian dari Tuhan yang maha Esa.

Beberapa rekan guru berkata bahwa reaksi gerombolan tersebut  dikarenakan oleh ulah seorang guru A kepada salah seorang siswa yang tengah asyik bicara sendirian dan mencolek teman sebangkunya ketika guru A sedang menjelaskan sebuah pokok materi. Sudah diperingatkan dan telah berjanji untuk tidak melakukan lagi, namun, peristiwa tersebut terulang kembali  sampai batasan kesabaran insani terkikis oleh sebuah  colekan di perut anak tersebut. Melihat pemandangan sepeerti itu,  ruangan kelas menjadi menggema dengan suara tawa dan ledekan serta celotehan dari mulut-mulut yang membusa; Hei, kapok dech loeee!

Sore itu, Sehabis menanami halaman belakang rumahnya dengan batang-batang singkong, Pak Fitrah menghabiskan waktu luangnya dengan meneguk segelas kopi dan 2 buah pisang goreng yang disediakan oleh isteri tercintanya di ruang tengah keluarga, dimana siaran televisi sedang berlangsung. Belum sempat memuaskan perutnya dengan pisang goreng yang kedua, dirinya dikejutkan dengan sebuah pemberitaan tentang video porno yang beredar luas melalui Media Sosial (Medsos) dimana pelakunya adalah siswa-siswi SMP kelas 2 dan SMA kelas 10 di sebuah Kota A. Saking kesalnya, pak Fitrah menyenggol piring dan gelas kopinya hingga jatuh-pecah. Dia pun menggerutu dan mengumpat sejadi-jadinya. “ Kok sebegitu burukah degradasi moral siswa-siswi? Siapakah orang tua mereka? Sudahkah guru-gurunya mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma agama dan kesusilaan? Apakah ini pengaruh media cetak dan elektronik yang dengan mudahnya menyediakan akses konten pornografi dan pornoaksi? Apakah ini hanya terjadi di Kota A saja?

Diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk seperti itu, Pak Fitrah terdiam, lemas, dan jatuh - tak sadarkan diri.

            Merasa bosan di rumah dan ingin mencari nuansa lain, Pak Fitrah memutuskan untuk berangkat ke rumah kawan SDnya yang berprofesi sama tetapi memiliki hobi memancing. Ditengah-tengah perjalanan, Dia dihadapkan dengan situasi dimana puluhan orang yang berkumpul dan memadati ruas-ruas jalan persis didepan sebuah rumah yang tak berpenghuni dan bercat kuning kebiru-biruan. Setelah dikonfirmasi ke beberapa orang, dia sangat kaget dan tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya, yaitu  telah terjadi peristiwa tangkap tangan (basah) kedua sejoli yang sedang mabuk asmara. Keheranan dan keterkejutan Pak Fitrah belum reda manakala dipaparkan identitas kedua pasangan tersebut yang ternyata pelaku prianya adalah seorang guru pada sekolah B. Sedangkan selingkuhannya adalah Mahasiswi semester 2 pada sebuah perguruan tinggi swasta. Lama terdiam, hingga diapun tersadar oleh suara celotehan-celotehan dari salah seorang massa. Seorang Guru kok gitu kelakuanya, Pak ya? Gimana bisa baik anak didiknya kalau pak gurunya tidak bermoral? Atau, ini mungkin dampak dari tunjangan sertifikasi sehingga pada memiliki kantong tebal, gampang tebar pesona kesana - kemari?

Mendengar celotehan tersebut, Pak Fitrah merasa bagai tersambar petir di siang bolong. Dengan berat dan sangat dipaksakan dia mengangguk menyetujui semua yang dikatakan. Dan tidak lama kemudian dia bergegas, menghilang dengan sejuta beban pertanyaanpun bergejolak didalam hatinya.

            Pak, kok pulang-pulang wajahnya sedih dan pucat gitu sich? Sahut,” Bu Fitrah. Itu Bu, Bapak barusan dari jalanan. Eh, belum sempat bercerita panjang lebar, kedua pasangan harmonis tersebut dikagetkan dengan kedatangan buah hati mereka yaitu Hikmal, Siswa SMP M kelas 7. Hikmal dikenal sebagai anak yang manja dan sangat dekat dengan bapaknya, pak Fitrah. Sore menjelang maghrib itu, dia memelas dan memohon untuk dibantu mengerjakan PRnya. Ketika ditanya kenapa harus minta bantuan, dengan entengnya Hikmal menjawab,” Abis gurunya gak mau jelasin dan gak keliling ke meja kita. Bisanya, baca koran, ngerokok, dan mencet-mencet Handphone saja. Terus kitanya diam saja dan dibiarkan bingung sendirian.

Setelah mendengarkan penuturan anaknya Hikmal, Pak Fitrah menjadi gelisah tak menentu sambil kemudian hatinya berkata,” kenapa guru itu tidak mengaplikasikan variasi pendekatan, model, metode, dan teknik dalam pembelajaran yang didapatkan lewat MGMP,Diklat, atau workshop? Kenapa tidak memanfaatkan Power Point atau media pembelajaran lainnya ?

Cukup lama pak Fitrah bermain-main dengan hatinya hingga tersadar oleh alunan adzan dari musholla terdekat. Setelah mengambil air wudhu bersama Hikmal, Pak Fitrahpun memanjatkan doa kepada sang khalik,” ya Allah, jadikanlah guru pelita dalam kegelapan, penyambung firman dan kebenaranMu, penyejuk dikala gundah dan kebuntuan. Ya Allah... tanamkanlah kesabaran dan keikhlasan dalam jiwa dan sanubari para guru. Jauhkanlah mereka dari rasa dan sikap money-oriented, kesemuan dunia, dan jiwa-jiwa destruktif. Peluklah mereka dengan rahmat dan kasih sayangMu. Buatlah mentari menyapa dan menyambut mereka dengan pancaran rona bahagia, cool, kini dan selama-lamanya!
Amiin ya Robbal Allamiin,” pinta Pak Fitrah.

Dedicated to all the teachers around the world

whom happily celeberate “ THE TEACHER’S DAY”!

PENULIS ADALAH GURU YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN SEBAGAI KEPALA SMPN 6 KOTA BIMA