![]() |
Foto Ruma Rengge Sape., |
Kabupaten Bima, Fajar Media.Com,- Seorang Pemberhati, Tokoh Masyarakat Sape, Ruma Rengge, juga sebagai Komisioner Lembaga Barisan Muda Gerakan Anti Korupsi (BM GERAK) NTB.
Atas kelangkaan Gas LPG 3 Kilogram Menekankan, Apa memang ini sudah menjadi "tradisi tahunan atau apa, wallahuallam", tetapi kondisi ini memicu kemarahan publik dan kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat.
Ruma Rengge menyebut, krisis Gas Melon ini sangat berdampak pada masyarakat miskin yang merupakan sasaran utama subsidi pemerintah. “Kelangkaan LPG 3 kg ini berdampak langsung kepada masyarakat luas, terutama masyarakat miskin yang menjadi sasaran utama program subsidi dari pemerintah. Saat ini, mereka harus merogoh kocek hingga Rp45 ribu sampai Rp70 ribu per tabung, padahal ini seharusnya gas untuk rakyat,”.
Untuk itu tegasnya, "Pemerintah juga harus segera ambil alih dan intens mencek and Chek sebelum ini terjadi. Jangan hanya karena Setelah mencuat atas kelangkaan GAS LPG 3 Kilogram baru daerah Bergerak,".
Dirinya juga menilai, "lemahnya pengawasan distribusi menjadi penyebab utama masalah ini, dan mendesak aparat serta pengawas migas segera turun tangan melakukan sidak, terutama terhadap pengecer dan pelaku usaha rumah tangga skala industri yang masih menggunakan gas bersubsidi,".
“Saya sangat mengharapkan pemerintah dan pengawas migas segera melakukan sidak di tiap-tiap wilayah, khususnya, tempat pengecer dan perusahaan rumahan, seperti pabrik bakso yang menggunakan LPG 3 Kg. Mereka seharusnya memakai gas non-subsidi, bukan bersaing dengan rakyat kecil,” ujarnya.
Ruma Rengge juga memberikan apresiasi terhadap langkah cepat Camat Bolo yang menertibkan penggunaan gas bersubsidi oleh salah satu perusahaan bakso di wilayahnya.
“Saya sangat mengapresiasi tindakan Camat Bolo. Itu contoh konkret ketegasan aparat di lapangan. Perusahaan seperti itu tidak layak menggunakan gas subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menantang para camat dan kepala desa lain untuk tidak hanya menunggu instruksi dari atas, tetapi berinisiatif melakukan pengawasan seperti yang dilakukan di Kecamatan Bolo.
“Salah satu solusinya, pemerintah harus segera mengajukan penambahan kuota subsidi kepada Dirjen Migas melalui Depot Pertamina Bima. Ini mendesak, jangan tunggu situasi makin liar di tengah masyarakat,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga memperingatkan adanya dugaan permainan dalam rantai distribusi gas subsidi yang berpotensi merugikan rakyat.
“Saat ini banyak asumsi liar beredar di publik bahwa kelangkaan ini sengaja diciptakan. Ada dugaan konspirasi antara oknum agen, pangkalan, pengecer, dan pengusaha untuk memanfaatkan LPG 3 kg yang bukan hak mereka,” Akhirnya.
Terpisah disampaikan, Haerun Jaya Muslimah, Pejabat Fungsional Ahli Muda Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Bima, menyebutkan bahwa pemerintah telah melakukan rapat koordinasi bersama pihak agen LPG, Pertamina, serta aparat kepolisian guna mencari solusi cepat atas krisis yang berulang ini.
"Dari hasil evaluasi kami, terjadi peningkatan signifikan dalam penggunaan LPG. Oleh karena itu, Pemkab Bima telah mengajukan penambahan kuota LPG ke Ditjen Migas, dan alhamdulillah sudah direspons positif," jelas Haerun saat ditemui Rabu, 16 Juli 2025.
Menurutnya, peningkatan konsumsi LPG tidak hanya berasal dari kebutuhan rumah tangga miskin, melainkan juga digunakan oleh pelaku usaha kecil, pedagang, bahkan sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini menjadi salah satu faktor utama penyebab kelangkaan yang terus berulang setiap tahun.
Senada dengan itu, Agus Rusmanto, perwakilan dari agen resmi PT. Bimatama Migas Bersinar, membenarkan bahwa lonjakan permintaan LPG terus terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Meski begitu, ia menegaskan bahwa pihaknya tetap menyalurkan gas sesuai prosedur resmi.
"Kami tetap distribusikan sesuai alur yang ditentukan. Kami juga terbuka terhadap masukan masyarakat bila ada dugaan penyimpangan di lapangan," tegas Agus.
Yang menjadi sorotan, penggunaan LPG bersubsidi kini tak lagi tepat sasaran. Gas melon yang diperuntukkan bagi rumah tangga miskin, justru banyak digunakan oleh kalangan menengah bahkan sektor non-rumah tangga. Pemerintah daerah menyebut tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan siapa yang layak menerima, karena aturan itu menjadi wewenang pemerintah pusat.
Melihat kondisi ini, Pemkab Bima menegaskan komitmennya untuk terus mengawal distribusi LPG dan mendorong perbaikan sistem pendataan serta pengawasan distribusi agar subsidi tepat sasaran. (Team)