Double Shift di Kota Bima, Pemaksaan Atau Pembiaran

Iklan Semua Halaman

.

Double Shift di Kota Bima, Pemaksaan Atau Pembiaran

Selasa, 13 November 2018
Kota Bima, Fajar Media Bima.Com – Ternyata system Double Shift (Sekolah Pagi dan Sore) di Kota Bima masih dijumpai, sementara hal itu tentu saja bertentangan dengan program Kurikulum Tahun 2013 (K-13). Pertanyaannya apakah adanya Pemaksaan atau Pembiaran yang dilakukan pihak tertentu (Dinas terkait maupun pihak sekolah setempat).

Sementara dalam visi misinya Walikota Bima H. Muhammad Lutfi, SE dan Wakil Walikota Bima Feri Sofiyan, SH periode 2018 – 2023 paket Lutfi – Feri, “Mewujudkan Kota Bima yang berkualitas dan setara menuju masyarakat yang maju dan mandiri”, sehingga di bidang pendidikan dalam garis besarnya, yakni untuk meningkatkan pendidikan yang berkualitas.

Sebut saja, SMP Negeri 2 Kota Bima yang berdomisili di Kelurahan Na’e Kecamatan Rasana’E Barat sejak kepemimpinan Kepala Sekolah (Kasek) Drs. Zln (Inisial) mantan Kasek SMPN 9 Kodo Kecamatan Rasana’E Timur Kota Bima, hingga kepemimpinan Yusuf Ahmad, S.Pd (Kasek sekarang yang menjabat sejak Tahun 2015) masih menerapkan system double shift.

Pada wartawan ini Kepala SMPN 2 Kota Bima Yusuf Ahmad, S.Pd Selasa (06/11/2018), saat ini siswanya sebanyak 969 orang atau 34 Rombongan Belajar (Rombel). Sementara ruang kelas sebagai penampung siswa hanya 24 kelas saja, sedangkan 34 rombel tersebut membutuhkan 34 ruang kelas, akibatnya masih kekurangan 10 ruang kelas.

 “Adapun rincian kelas disini, Kelas VII sebanyak 11 kelas (Rombel), Kelas VIII sebanyak 11 kelas dan Kelas IX sebanyak 12 kelas. Yang masuk pagi hanya siswa Kelas VIII dan IX, sedangkan siswa Kelas VII sebanyak 11 rombel masuk sore hari,” bebernya saat diwawancarai diruang kerjanya.

Kasek Yusuf Ahmad membenarkan disekolah yang dipimpinnya masih menerapkan system double shift, selama kurang lebih tiga tahun terakhir ini dirinya sebagai kasek masih memberlakukan double shift.

Namun menurutnya, selama dirinya memimpin malah double shift mulai dikurangi secara perlahan-lahan, dengan terobosan melobi ke pusat (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI) melalui Dinas Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bima untuk mendapatkan bantuan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) maupun bantuan rehab bangunan (Kelas, red) melalui program Blok Grand.

Hal itu, terbukti pada Tahun 2016 mendapatkan bantuan lima lokal RKB dan di Tahun 2017 mendapatkan tiga lokal kelas lagi, sehingga sekarang tersisa dua lokal ruang kelas saja yang dibutuhkan di Tahun 2018 ini, namun terpaksa bantuan dari pusat di alihkan ke Lombok.

Mengginggat gempa bumi yang dahsat melanda Lombok beberapa waktu lalu, sehingga program pembangunan sekolah di Pulau Lombok (Lokasi gempa) lebih diprioritaskan, tapi insya allah 2019 rencananya SMPN 2 Kota Bima akan mendapat kembali bantuan tersebut.

 Apalagi dengan kepemimpinan baru Walikota dan Wakil Walikota Lutfi – Ferimemiliki program prioritasnya, di mana di bidang pendidikan yakni pemerataan pembangunan fasilitas pendidikan terutama pada daerah pinggiran, tentu saja SMPN 2 Kota Bima di Kecamatan Rasana’E Barat pilihannya.

Ketika ditanya apakah perekrutan siswa disini tidak menggunakan zona (Pemetaan wilayah) atau menerima jumlah siswa sesuai jumlah ruang kelas (Rombel), agar pola double shift bisa di tiadakan pada Tahun Ajaran Baru (TAB) 2019/2020..?

Yusuf Ahmad menjawab, apabila jumlah siswa disini dikurangi maka yang menanggung ruginya, yaitu guru sertivikasi. Maksudnya, untuk menutupi guru sertivikasi yang banyak disekolah ini, maka diperlukan juga jumlah siswa yang banyak pula, walaupun ruang kelas tidak mencukupi jumlah siswa dan akibatnya terpaksa menerapkan system double shift.

Menurut saya, system double shift ini tidak melanggar karena dikota-kota besar lainnya seperti di Jawa masih banyak sekolah yang menerapkan double shift seperti SMPN 2, cuman di Kota Bima ini salah di asumsikan.

“Saya berharap dengan banyaknya guru bersertivikasi disini, apabila ada mutasi dan rotasi ditingkat guru. Agar tidak ada penambahan/penempatan guru lagi, maupun ketika ada guru yang pensiun dari sekolah ini tidak usah diganti dengan yang baru, karena stok guru disini banyak,” harapnya.

Ketika ditanya lagi oleh wartawan ini, untuk menghapus mata rantai system double shift disini, tidak ada rencana guru bersertivikat untuk mencari jam tambahan diluar sekolah atau kesekolah luar Kota Bima, seperti mengajar jam tambahan di sekolah yang ada di Kabupaten Bima.

Kata Yusuf Ahmad, ketika guru sertivikasi disini mencari jam tambahan mengajar di luar sekolah atau sekolah luar daerah (Kabupaten Bima, red) sangat tidak mungkin. Pasalnya, sekolah-sekolah lain baik diluar sekolah ini atau disekolah luar daerah dalam keadaan pas-pasang, karena guru yang ada disekolahnya sudah pas pembagian jam mengajarnya, elaknya.

Sementara kegiatan Ekstra Kurikuler (Eskul) seperti pramuka, Drum Band, Tata Upacara Bendera (TUB), kesenian tradisional daerah maupun kegiatan eksul lainnya, yang biasanya digelar sore hari seperti sekolah lain pada umumnya. Yusuf Ahmad mengakui, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sore hari yang dilakukan 11 rombel, khususnya bagi siswa Kelas VII sangat mengganggu dan KBM dinilainya tidak berjalan efektif, seperti suara drum band tentu saja mempengaruhi KBM dimaksud, tambahnya. (F.2)         



Sekolah Model Maupun Rujukan Pilihan Kota Bima Tidak Obyektif



Kota Bima, Fajar Media Bima.Com – SMP Negeri 3 Kota Bima yang berdomisili di Kelurahan Kumbe Kecamatan Rasana’E Timur belum lama ini mendapat penghargaan sebagai sekolah rujukan sebagai duta Kota Bima. Sebelumnya sekolah itu juga masuk sebagai sekolah model, seperti halnya SMPN 2 Kota Bima (Kelurahan Na’e) dan SMPN 8 Kota Bima (Penatoi) juga terjaring sebagai sekolah model.

Pada wartawan ini salah seorang pemerhati dunia pendidikan Sabtu (03/11/2018) malam via telepon selulernya, menggungkapkan rasa prihatinnya terhadap dunia pendidikan di Kota Bima saat ini. Dimana hanya mementingkan kepentingan individu, golongan dan kelompok saja, sehingga untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas sangat jauh dari yang diharapkan.

Seperti dengan penunjukkan SMPN 3 Kota Bima sebagai sekolah rujukan, tentu saja saya menilai prestasi tersebut tidak obyektif yang dilakukan oleh tim penilaian. Pasalnya, SMPN 2, SMPN 3 dan SMPN 8 Kota Bima Terakreditasi B dan parahnya lagi SMPN 8 saat ini dijabat oleh seorang pengawas pendidikan sebagai Pelaksana Tugas (Plt), bukan Kepala Sekolah (Kasek) denitif. “Masa sekolah yang Terakreditasi B, sekolah yang jabatan kaseknya Plt dan sekolah yang miskin (Minim) prestasi akademik dan non akademik masuk dalam penjaringan sekolah model, apalagi sekolah rujukan,” ujar sumber yang dirahasiakan identitasnya oleh wartawan ini.

Menurut pengamatan sumber ini, masih banyak sekolah lainnya yang Terakreditasi A dan memiliki segudang prestasi dibidang akademik maupun non akademik. “Pertanyaan pribadi saya, kenapa sekolah yang Terakreditasi A dan berprestasi pada akademik dan non akademik tidak masuk penjaringan oleh tim,” kecamnya.

Begitupun untuk kegiatan Imtaq saja di sekolah (SMPN 2 dan SMPN 3 Kota Bima) patut dipertanyakan. Misalnya saja mushollah SMPN 2 Kota Bima ukurannya kecil, sedangkan siswanya paling banyak dan tentu saja kegiatan Imtaq-nya tidak berjalan efektif.

Sementara ditempat terpisah Kepala SMPN 2 Kota Bima Yusuf Ahmad, S.Pd membenarkan sekolahnya Terakreditasi B pada Tahun 2017 dan masuk penjaringan sebagai sekolah model dan kalah bersaing dengan SMPN 3 Kota Bima sebagai sekolah rujukan.

Berbicara prestasi di Tahun 2017, sekolah yang dipimpinnya meraih prestasi dibidang non akademik seperti gerak jalan pramuka, lomba marching band, Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), karya ilmiah dan lomba cerdas cermat. “Sebenarnya sekolah saya Terakreditasi A pada Tahun 2017 kemarin, namun apa boleh buat dokumentasi dan kelengkapan sebagai persyarat Akreditasi yang dikumpulkan selama dua tahun (2015-2016) hilang ditelan bumi. Akibat bencana Banjir Bandang Tanggal 21 – 23 Desember 2016 yang melanda Kota Bima pada umumnya, sehingga Akreditasi A yang diimpinkan, harus bergeser ke B,” tuturnya saat ditemui wartawan ini diruang kerjanya Selasa (06/11/2018).

Terkait penilaian sekolah model, lanjutnya bukan ditentukan oleh pegawas pendidikan maupun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Bima, melainkan oleh pihak Provinsi NTB melalui Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Sedangkan sekolah rujukan oleh tim pusat melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, jadi bukan oleh pegawas dan dinas di daerah ini yang memutuskan sebagai sekolah model dan sekolah rujukan, jelas kasek bersertivikat ini. (F.2)