HUT Persagi Unsa, Mahasiswa KKN Poltekkes Mataram Ikut Seminar

Iklan Semua Halaman

.

HUT Persagi Unsa, Mahasiswa KKN Poltekkes Mataram Ikut Seminar

Sabtu, 26 Januari 2019
(Ket Foto : Pose bersama saat MMD
Puskesmas Unit II Kab Sumbawa Kamis (24.01.2019)
Sumbawa, Fajar Media Bima.Com – Selain melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKN-T) Tahun 2019 mahasiswa sebanyak 582 orang dari kampus Program Studi (Prodi) D-III dan Prodi D-IV kampus Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram Kemenkes RI yang tersebar di 54 Puskesmas di 10 Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok dan Sumbawa. Pelaksanaan KKN yang merupakan mata kuliah majib intrakurikuler tersebut, ternyata dimanfaatkan oleh 10 mahasiswa yang ditempatkan di Puskesmas Unit II Kabupaten Sumbawa.

Pasalnya, pada Sabtu (26/01/2019) bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) yang ke 59 Tahun yang berlangsung Aula Universitas Samawa (Unsa). Tidak hanya mereka mahasiswa Poltekkes Mataram Kemenkes yang ikut acara Serasehan tersebut, akan tetapi mahasiswa dari kampus lain ikut hadir. Seperti mahasiswa dari kampus Akper Samawa, STKIP Hamzanwadi, termaksud mahasiswa KKN-T Poltekkes Mataram Kemenkes dari kelompok lainnya, yakni kelompok dari Puskesmas Labuhan Badas dan mahasiswa Unsa sendiri.

(Ket Foto : Mahasiswa KKN Kelompok Puskesmas Unit II Kab. Sumbawa saat seminat di
 Universitas Samawa)
Dalam seminar tersebut membahas tiga hal penting, yakni tentang Shunting (Bayi kecil/pendek), gangguan akibat kekurangan yodium dan anemia pada remaja putri. Pemateri menyampaikan shunting disampaikan Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Sumbawa, Dr. Hj. Nita Ariani. Shunting merupakan masalah kesehatan yang sekarang menjadi sorotan. “Shunting adalah kondisi dimana seorang anak memiliki tinggi badan yang tidak sesuai usia, wajah, yang lebih muda dari usianya, serta gangguan kognitif lainnya,” kata Hj. Nita.

Faktor terbesar penyebab shunting adalah kurangnya gizi pada ibu hamil dan bayi, sehingga diharapkan agar 1000 hari pertama kehidupan (270 hari dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun), agar gizinya terpenuhi. Masalah shunting bukan hanya masalah yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan, akan tetapi semua sektor lainnya juga harus sama-sama terlibat.

Sedangkan GAKI atau gangguan akibat kekurangan Yodium, yang disampaikan Seksi Gizi  Dikes Kabupaten Sumbawa, Ririn Akmal Sari, S.St. Menurut Ririn gangguan kekurangan yodium merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah tertentu. “Fungsi utama yodium adalah untuk sintesis hormon di dalam kelenjar tiroid. Sumber utama yodium diperoleh dari makanan yang mengandung garam atau dari makanan laut,” jelas Ririn.

Pemenuhan kebutuhan yudium per hari sesuai standar organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organisation)  juga berbeda pada setiap tingkat umur. Untuk pra-sekolah (0 – 59 bulan) sebanyak 120 mikrogram (mg), orang dewasa (diatas 12 tahun) sebanyak 150 mg dan 200 mg untuk ibu hamil dan menyesui. “Kekurangan yodium dapat menyebabkan creatinisme dan goiter,” tambah Ririn.

Sementara staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Denni Aprianto, S.gz, M.Gz pada materi anemia pada remaja putri, menjelaskan, anemia dalah suatu keadaan kekurangan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang terutama disebabkan oleh kekurangan zat gizi (Khusus zat besi) yang diperlukan untuk pembentukan Hb. “Anemia bukan percerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengakut oksigen ke jaringan,” paparnya Denni Aprianto.

Lanjut Denni Aprianto, anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah dari normal (Depkes 2008). Pada pria, hemoglobin normal 14-18 gr porsen dan eritrosit 4,5-5,5 jt/mm3. Sedangkan pada perempuan, hemoglobin normal 12-16 gr porsen dengan eritrosit 3,4-4,5 jt/mm3. Nilai tersebut berbeda-beda untuk kelompok umur dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh WHO. Remaja putri lebih rentan anemia dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal itu, disebabkan kebutuhan zat besi pada remaja putri adalah 3 kali lebih besar dari pada laki-laki.

Remaja putri setiap bulan mengalami menstruasi yang secara otomatis mengeluarkan darah. Itulah sebabnya remaja putri memerlukan zat besi untuk mengembalikan kondisi tubuhnya kekeadaan semula, yang sangat disayangkan adalah kebanyakan dari remaja putri tidak menyadarinya. Bahkan ketika tahu-pun masih mengganggap anemia masalah sepele.

Remaja putri mudah terserang anemia karena pada umumnya masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya tidak terpenuhi. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan, setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khusus melalui feses.

Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan zat besi lebih kurang 1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada laki-laki.

kata Denni Aprianto, adapun tanda-tanda anemia pada remaja putri yakni. Lesu, lemah, lelah dan lunglai (5L), sering mengeluh pusing dan berkunang-kunang serta gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat, tambahnya.

Selain tiga orang pemateri itu, dalam sambutan singkatnya Rektor Unsa, mengatakan bahwa subsidi dari pemerintah di butuhkan bukan hanya disektor ekonomi saja, akan tetapi dari sektor kesehatan. Terutama untuk makanan bergizi, untuk membangun masyarakat. “Karena kemajuan bangsa sangat mustahil jika tanpa Sumber Daya Manusia (SDM)  yang bergizi dan perbaikan gizi juga berada ditangan mahasiswa sebagai agen perubahan untuk membangun masyarakat yang sadar gizi dan produktif,” singkatnya. (F.02.ADV)